Permasalahan ekonomi masih menjadi kendala nyata bagi pendidikan di Indonesia. Perbedaan kemampuan ekonomi dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap kualitas sarana dan prasarana pendukung pendidikan. Anak-anak yang berasal dari keluarga mampu umumnya tidak memiliki kendala baik dari segi pembiayaan maupun ketersediaan peralatan pendukung sekolah, akan tetapi kondisi sebaliknya sering terjadi pada anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu dan terlebih mereka yang tergolong anak yatim piatu. Anak-anak tersebut harus bersekolah dengan kondisi yang serba terbatas. Bahkan tidak sedikit pula dari mereka yang harus rela putus sekolah. Padahal, tidak sedikit dari mereka justru merupakan anak-anak dengan prestasi unggul dan memiliki potensipotensi besar.
Pemerintah sebenarnya telah berupaya mengatasi persoalan yang ada melalui beberapa program, salah satunya adalah pemberian bantuan berupa bantuan atau beasiswa bagi siswa-siswi yang tergolong yatim piatu dan berasal dari keluarga kurang mampu. Persoalan yang muncul di lapangan adalah bahwa bantuan pemerintah tersebut seringkali tidak tepat sasaran. Tidak tepat sasaran dalam hal ini bukan hanya berwujud kesalahan dalam penentuan siswa-siswi penerima, akan tetapi juga ketidaktepatan dalam pemanfaatan dana bantuan yang diberikan. Tim Scholarship for Scholarship sejauh ini telah banyak berdiskusi dengan kepala sekolah dan guru terutama tingkat Sekolah Dasar (SD) dan menemukan betapa kompleks persoalan yang terjadi di lapangan. Tidak sedikit siswa-siswi yang tergolong yatim piatu dan atau kurang mampu tidak mendapatkan bantuan tersebut, sedangkan siswa-siswi yang berasal dari keluarga mampu justru mendapatkannya. Di sisi lain tunjangan atau beasiswa dari pemerintah tersebut memang telah tepat menyasar siswa-siswi yatim piatu dan atau kurang mampu, akan tetapi strategi pengelolaan dana tersebut seringkali membuat pemanfaatannya menjadi tidak tepat.
Sistem penyaluran bantuan atau beasiswa dari Pemerintah yang seringkali mengharuskan dana diserahkan langsung dan sepenuhnya dikelola oleh orang tua atau wali siswa merupakan salah satu penyebab ketidaktepatan pemanfaatan ini terjadi. Banyak siswa-siswi yatim piatu dan atau kurang mampu telah mendapatkan dana bantuan siswa miskin dari pemerintah, akan tetapi nasibnya tidak berubah signifikan. Hal ini dikarenakan dana bantuan justru digunakan oleh orang tua atau wali untuk keperluan lain di luar kebutuhan sekolah anak dan hanya sedikit saja atau bahkan sama sekali tidak ada yang digunakan untuk keperluan sekolah anak. Akibatnya, tidak sedikit dari siswa-siswi tersebut tetap harus mengenakan seragam, sepatu, tas, dan peralatan sekolah lain yang sudah tidak layak pakai. Hal ini tidak jarang membuat siswa kehilangan semangat untuk bersekolah akibat minder dan malu karena peralatan sekolah yang tidak bersahabat.
Pihak sekolah telah berupaya untuk dapat mengelola dana bantuan pemerintah yang ditujukan bagi siswa-siswi yatim piatu dan atau kurang mampu agar pemanfaatannya dapat tepat sasaran. Beberapa sekolah telah mencoba langkah-langkah untuk menghindari ketidaktepatan pemanfaatan ini terjadi, sebagai contoh adalah dengan tidak menyerahkan uang bantuan ke orang tua tetapi mengelola sepenuhnya untuk kebutuhan studi siswa. Satu contoh lain adalah dengan mencoba meminta orang tua kuitansi (pertanggungjawaban) untuk setiap pembelian peralatan sekolah anak, akan tetapi upayaupaya tersebut seringkali berakhir gagal dan justru memunculkan persoalan baru antara orang tua dengan pihak sekolah. Beberapa sekolah mengaku justru mendapatkan protes dan bahkan fitnah oleh orang tua atau wali siswa akibat menahan uang bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada anakanak mereka. Banyak orang tua atau wali menganggap bahwa uang bantuan tersebut adalah sepenuhnya hak mereka. Kondisi ini menjadi dilema tersendiri bagi pihak sekolah, di satu sisi sekolah ingin bantuan tersebut benar-benar tepat sasaran sehingga siswa-siswi mereka dapat sekolah dengan layak, di sisi yang lain sekolah juga tidak ingin dinilai negatif oleh para orang tua siswa akibat menahan atau mempersulit pengambilan dana bantuan tersebut. Akhirnya, kebanyakan sekolah memilih tindakan aman dengan menyerahkan dana bantuan tersebut langsung kepada orang tua dan menyerahkan pengelolaan sepenuhnya kepada orang tua.
Generasi muda adalah generasi harapan bangsa yang diharapkan mampu membawa perubahan dan memberi solusi untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mahasiswa, terlebih mereka yang memperoleh amanah beasiswa adalah generasi-generasi pilihan yang tidak hanya berkewajiban untuk menuntut ilmu, akan tetapi juga dituntut peka terhadap permasalahan-permasalahan di sekitarnya. Adanya permasalahan pendidikan seperti yang telah diutarakan di atas adalah salah satu celah yang dapat dimanfaatkan oleh generasi muda terlebih para mahasiswa penerima beasiswa untuk dapat berkontribusi nyata memberi solusi atas permasalahan tersebut. Setiap program beasiswa darimanapun instansi pemberinya tentu memberikan segala bentuk kemudahan bagi para penerimanya, sebagai contoh adalah diberikannya uang saku bulanan atau tunjangaan selama masa studi. Para penerima beasiswa yang notabene adalah generasi pilihan, sudah seharusnya memiliki jiwa berbagi atau setidaknya berkewajiban untuk sedekah atas rejeki yang diperoleh. Hal ini seharusnya menjadi peluang untuk dapat memperoleh donasi dana sehingga nantinya dapat digunakan untuk membantu pendidikan anak yatim piatu dan atau kurang mampu.
Para penerima beasiswa khususnya dan generasi muda Indonesia pada umumnya sebenarnya banyak yang memiliki jiwa sosial dan rasa ingin berbagi yang tinggi, akan tetapi seringkali niatan baik tersebut tidak tersampaikan dikarenakan mereka bingung akan disalurkan melalui apa. Pergerakan secara sendiri seringkali terasa sangat berat dan terkadang kita dibuat bingung akan memulainya kapan dan darimana. Melihat adanya potensi dan permasalahan yang ada, pembentukan suatu forum yang dapat menampung dan mempersatukan generasi-generasi muda berjiwa sosial tinggi ini dipertimbangkan sangat penting. Inovasi yang coba kami lakukan adalah dengan membentuk suatu komunitas peduli pendidikan bernama Scholarship for Scholarship. Komunitas ini adalah forum pemersatu para penerima beasiswa pada khususnya dan generasi muda pada umumnya untuk dapat berbagi dan berkontribusi nyata dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di bangsa Indonesia, khususnya di bidang pendidikan akibat permasalahan ekonomi.
Read More